Apa Jadinya Kalau Harus Long Distance Leadership?

Bismillahirrahmaanirrahiim
Setelah sekian lama tak menulis, postingan akhir-akhir ini langsung berisi curhat :'D. Alhamdulillah hari ini Allah masih memberikan kesempatan kepada saya untuk bersilaturahim dengan sahabat-sahabat Institut Ibu Profesional, kawan-kawan Al Hurr Archery Community di walimahannya Abu, dan agenda ketiga hari ini adalah rapat kerja di Sekretariat Fornas Rintara Jaya. 

Rapat kerja hari ini berbeda dari yang lainnya, karena diakhiri dengan pamit dari pak Korpus, yang pernah saya ceritakan di sini. Alhamdulillah pak Korpus diterima kerja namun penempatannya di Palembang. Padahal mah sebelumnya kita sedikit optimis beliau ditempatkan di Jakarta. Saya bingung euy bersyukur, sedih, bahagia campur jadi satu :'D 

Saya pribadi sih  bakal kehilangan sedikit sosok, karena bagaimanapun, saya, pak Korpus dan wakil Korpus ini sudah dari akhir tahun 2015 bekerjasama, dan mungkin saja kalau Allah tidak mewadahi saya untuk bersilaturahim lagi dengan mereka berdua di tahun 2017 kemarin, mungkin sekarang saya tidak menjadi bagian dari Fornas Rintara Jaya. Pak Korpus besok pindah ke Palembang walaupun pasti ada momen balik ke Jakarta, dan wakil Korpusnya bakal PP Riau - Jakarta. Walaupun belum sepenuhnya memahami karakter masing-masing, pasti akan merasa beda ketika sahabat berjuang tiba-tiba terpisahkan jarak :'D Duh maap melownya kumat...Iya, masih ada sahabat seperjuangan yang lain, tapi percaya tidak sih kalau dalam suatu waktu kita butuh kehadirannya secara fisik? Untuk keputusan urgent misalnya, atau sekadar membutuhkan kewibawaannya agar forum terkondisikan suasananya.  

Iya, kami bertiga pribadi masih saling berkomitmen menyelesaikan amanah ini  hingga akhir meski berada di lokasi yang berbeda. Jarak tidak akan mengecilkan kontribusi, begitulah kiranya, dan mungkin, saling memahami dan menjaga kepercayaan adalah salah satu kuncinya. Tetiba saya berpikir lebih strategis tentang LDL atau Long Distance Leadership yang akan dijalani ini. Tantangan terbesar, menurut saya adalah memahami, sebab saat tak bertatap muka, kita tak pernah bisa melihat ekspresinya. Yang biasanya kita rapat sambil ngopi atau santai, melihat ekspresi ketidaksetujuannya, atau ekspresi lainnya kita akan dengan mudah mengambil sikap. Namun dalam jarak jauh ini, kepekaan semakin diasah, dan kemampuan mendengarkan akan semakin terolah. Belum lagi pengambilan keputusan-keputusan urgent lainnya. Tapi saya yakin mah pengurus Fornas Rintara Jaya mampu melewatinya ^^

Saat ini memang sedang trend kerja jarak jauh, bahkan ada yang penelitian produktivitasnya lebih tinggi dan pastinya menghemat biaya. Namun satu hal yang perlu dipelajari yaitu bagaimana mengorganisir dan mengelola tim jarak jauh. Kalau belajar dari CEO dan foundernya PeopleResult kuncinya harus mengefektifkan komunikasi yang pastinya tidak bisa disamakan dengan tatap muka, menjadikan teknologi sebagai teman, lebih mendengarkan, dan harus menggunakan hal-hal kreatif untuk saling terkoneksi. Kalau dalam buku Virtual Teams, perlu dieksplorasi untuk mengatasi perasaaan isolasi yang dirasakan atau kendala-kendalanya dan juga tentang mempelajari bagaimana membangun dan memelihara kepercayaan. Lain perusahaan lain cerita, akhirnya sayapun belajar juga di Wrike, Bagaimana melakukan strategi onboarding agar semua anggotanya terlibat bekerja sejak awal, dan tentunya membangun budaya tim yang kuat. Sudah jadi komunitas milenial ya gengs kita sekarang? Kerjanya tak terbatas ruang dan waktu :'D 

Ya sudah, cukup dulu curcolnya, sukses dan berkah selalu untuk pak Korpus dan kita semua, semoga kita bisa menjalaninya dengan iringan ridho-Nya, semoga Fornas Rintara Jaya selalu memberikan kebermanfaatan dimanapun keberadaannya, semoga setiap apa yang kita lalui bersama menjadikan kita semakin mendekat kepada-Nya, semakin menyadari bahwa setiap detik kita ada selalu dalam pengawasan-Nya sehingga akan banyak kebaikan yang tercipta sebab takut berbuat cela :")
***
Sekretariat Fornas Rintara Jaya, 11 Maret 2018
Vita Ayu Kusuma Dewi

Comments